Jumat, 01 Maret 2013

Potongan Kertas #6 Februari


Februari: Setahun lalu, rasanya aku ingin mencakar wajahmu

Dan sudah setahun ternyata, saat-saat menjengkelkan yang benar-benar membuatku ingin berteriak tepat di wajahmu. Bulan februari tahun lalu, di tanggal duapuluhan, kita duduk bersebarangan yang lagi-lagi di suatu serambi marmer yang tinggi. Serambi marmer tempat kita duduk melingkar di pertemuan pertama tiga tahun silam. Untuk kali itu, setahun yang lalu, kita duduk bersebelahan meski tidak dalam  lingkaran yang sama. Tapi sungguh, apa kau tak menyadari kita hanya dibatasi oleh tiang marmer besar yang dingin. Mungkinkah itu yang membuatmu begitu dingin saat itu?

Apa kau tak mengenalku? Bohong sekali! Setelah banyak kata yang kita ucapkan di waktu-waktu sebelumnya, tiba-tiba saat itu kau dan aku seperti dua orang yang tak pernah bertemu sebelumnya. Kau tahu rasanya hatiku? Ada sesuatu yang terambil, terambil secara paksa oleh keadaan. Seperti dua orang asing yang kelakpun mungkin tak akan bertemu lagi. Aku merasa begitu bodoh. Dan tak tahu apa-apa. Apa aku melakukan kesalahan? Atau apa memang sebelumnya kau tak berniat mengenalku sebagai teman? Heh, payah sekali diri ini.

Kau tahu, Sa? Saat itu aku berniat tak ingin memperhatikanmu lagi. Tak ingin memperhatikanmu diam-diam seperti sebelumnya. Dan ketika suatu saat kau menyapaku lagi, aku akan diam saja. Bukankah kita sudah seperti orang asing?

Tapi setelah setahun berlalu, aku tetap tidak melakukannya. Setelah berbagai warna ku ecap di bulan-bulan setelah februari itu, setelah berbagai hal yang terjadi dan membuatku mengerti. Sadar, bahwa niatan itu adalah niatan terbodoh yang pernah kuucapkan. Meski, pada akhirnya aku harus membiarkan hatiku sakit sekali lagi untuk melepasmu. Setidaknya aku belajar untuk melepaskan setelah hampir setahun ini merasa hidupku benar-benar berwarna karnamu.

Perbatasan kota, 22 februari  2013

0 komentar:

Posting Komentar