Minggu, 24 Juni 2012

Potongan Kertas #2

Akhir Januari 2010
            Apakah kau tahu, pertama kali aku menyadari kehadiranmu? Hari minggu saat matahari pagi bersinar cukup cerah. Di sebuah serambi marmer yang tinggi aku melihatmu. Dan  kini aku berani berkata saat itu aku terpana olehmu. Seulas senyum yang tersungging di wajah sempit berkacamata. Senyum kesederhanaan yang jarang kutemukan. Rambutmu yang kau biarkan sedikit panjang hingga sering kulihat tanganmu reflek menyibakkannya kebelakang.
“Dari Jogja”, katamu saat itu. Hah, andai aku dapat segera mengenalmu, meski sejak saat itu aku hanya tahu namamu, Sa.
            Entah, apa yang menarikku masuk kedalam dimensimu yang aku tak tahu. Setiap yang kau katakan begitu menarik perhatianku, tawa itu, senyum itu, mata yang kutangkap diam-diam, entah dari mana semua pesona itu. Mungkin dari setiap titik api semangat yang ada di setiap kata yang kau ucapkan, barang kali.

Akhir Juli, awal Agustus 2010
          Mungkin, kaupun tak pernah mengingatnya. Saat kita tergugu di depan sebuah pintu yang tak asing bagi kita. Kau datang dengan gaya rambutmu yang baru. Rambut sedikir gondrongmu kau pangkas habis. Kemeja putih dengan jas almamater. Kacamata dan sebuah kamera. Lihat, bahkan aku mengingat setiap detil pertemuan kita. Lama, detik-detik terlewati. Namun kau diam, akupun tak bicara. Tapi entahlah, apa yang ada di pikiranmu saat itupun aku tak tahu. Yang kutahu, aku masih saja merasa terkejut oleh kedatanganmu yang tiba-tiba dan kita begitu...Dekat...!!!
***
            Sa, bagaimana mingkin aku bisa melupakanmu. Kau selalu saja hadir di hari yang ku lewati. Kau tiba-tiba saja muncul dan menghilang. Memekarkan tawa saat hatiku merasa lelah, juga sering kau buat aku salah tingkah, atau kau lebih sering membuatku serba salah. Serba salah, ya benar, serba salah. Serba salah dalam menerka hatimu. Selalu, aku berharap bisa membaca isi hatimu tentang cinta. Selalu. Karena aku tak mau salah mengartikan semuanya. Tapi semakin aku mencari, aku semakin bingung. Kadang kau terbangkan aku tinggi. Tinggi sekali. Namun kemudian kau menghempaskanku, hingga aku berfikir apakah hanya aku sendiri yang merasakannya.

0 komentar:

Posting Komentar